“Sudah 45 tahun kita setia
mengheningkan cipta di perayaan tujuh belasan.
Sudah 45 tahun keringat menetes
dari wajah anak-anak sekolah yang kepanasan,
tapi yang kudapat hanya pohon-pohon tumbang,
tanah yang pecah-pecah dan udara yang tak bersahabat”
Agaknya, ada yang benar pada tulisan F. Rahardi dalam prosa lirihnya -Migrasi Para Kampret- halaman 119. Lalu sekarang, apa yang sedang Anda pikirkan?
Terkadang permasalahan lingkungan hanya hangat dan ramai dibicarakan di kalangan tertentu saja. Misalnya akademisi, aktivis lingkungan, maupun environmentalis.
Perbedaan kesadaran kita tentang itu, telah membuat sikap kita berlain-lainanan, meskipun menghadapi bencana yang kurang lebih sama.
Pertanyaanya, dapatkah kita merubah perilaku dengan tulisan? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Tapi provokasi, ya. Karena tulisan untuk memperbaiki lingkungan (baca: bumi) perlu provokatif. Perlu lebih dari sekedar objektif. Perlu mengajak sekaligus menyeret pembaca ke “jalan yang benar”. Inilah konsep inti menulis, dalam hal ini untuk membela bumi dan isinya.
Berkumpul bersama adalah suatu permulaan, tetap bersama adalah suatu kemajuan, bekerja bersama adalah suatu kesuksesan. Lalu, kapan kita mau mulai dan bagaimana memulainya?
Langkah pertama untuk menyelesaikan suatu masalah adalah dengan mengakui bahwa masalah itu ada. Seorang perokok, misalnya, akan lebih mudah menghentikan kebiasaan buruknya, bila dia memang merasa bahwa mengkonsumsi rokok merupakan suatu masalah. Bagi dirinya, dan orang lain tentunya.
Langkah pertama untuk menyelesaikan suatu masalah adalah dengan mengakui bahwa masalah itu ada. Seorang perokok, misalnya, akan lebih mudah menghentikan kebiasaan buruknya, bila dia memang merasa bahwa mengkonsumsi rokok merupakan suatu masalah. Bagi dirinya, dan orang lain tentunya.
Jadi, dengan mendiskusikan masalah, berarti kita telah mengayunkan langkah pertama untuk bisa mengatasi masalah itu.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana langkah kedua, ketiga, dan seterusnya? Akankah kita terus melangkah maju? Ataukah kita, Indonesia, hanya bisa berbicara, menulis, ataupun berdiskusi?
Jawabannya saya pulangkan kembali kepada yang bertanya.